Senin, 02 November 2009

KEPUASAN KERJA ORGANISASI

KEPUASAN KERJA (JOB SATISFACTION)
OLEH WESLY HUTABARAT

Berbagai teori tentang hubungan usaha, kinerja, dan peebrian hadiah terhadap kepuasan kerja karyawan telah banyak diketahui.
Lyman Power dan Edward Lawler mengembangkan konsep teori motivasi ekspektansi untuk meneliti factor-faktor yang mempengaruhi perilaku karyawan dan kepuasan kerja. Menurut Hawthorne bahwa jika karyawan merasa puas dengan pekerjaannya, maka kepuasan kerja akan menyebabkan karyawan bekerja keras. Selama bertahun-tahun saintis percaya bahwa kepuasan kerja mengarah pada perilaku kerja. Hubungan sebab-akibat ini dapat ditelusuri pada hubungan antar manusia. Porter dan Lawler menyatakan bahwa perilaku mengarah pada kepuasan kerja. Mereka mengatakan bahwa variable yang mengintervensi kedua variable tersebut adalah hadiah (rewards) atau penguatan (reinforcement (Lusier,R.N., 1997).. Jadi jika pekerja melakukan kerja dengan baik dan diberi hadiah maka kepuasan kerja akan dicapai. Kepuasan kerja seorang karyawan biasanya ditunjukkan dari hasil kerja yang tinggi, motivasi kerja yang tinggi dan kehadiran kerja yang tinggi.Gbr. 1 menunjukkan hubungan yang kompleks antara motivasi, perilaku, dan kepuasan kerja.
Kotak 1 sampai kotak 3 merupakan pernyataan ulang teori dasar ekpektansi motivasi Victor Vroom.. Nilai imbalan (value of reward or reinforcement) di kotak 1 menyatakan valensi hasil kerja tingkat dua (perceived effort)  probabilitas imbalan (reward probability) kotak 2 menyatakan persepsi tentang ekspektansi dan instrumentality. Kotak 3 usaha untuk menghasilkan performans yang tinggi (high performance). Mereka mengindikasikan bahwa kemampuan pekerja dan sifat (traits) (kotak 4) dan peran (role perception) kotak 5 akan mempengaruhi performans (kotak 6) Misalnya, seorang kepala sekolah menunjukkan usaha yang tinggi tapi kurang keahlian hubungan manusia, tidak punya pengetahuan tentang teknik managemen, dan tidak mengetahui peran masing-masing guru-guru dan kepala sekolah dan peran kepala dinas di dalam organisasi sekolah. Orang yang demikian akan menunjukkan kerja yang buruk walaupun dengan kerja keras. Performans adalah hasil dari usaha, kemampuan dan sifat, dan peran. Performans yang dihasilkan mengarah pada intrinsic rewards (kotak 7a). Intrinsic rewards adalah imbalan yang terikat di dalam pekerjaan itu sendiri, sama seperti satisfiers dan motivators di dalam teori dua-faktor Herzberg. Misalnya, kepala sekolah yang membantu beberapa orang guru yang membutuhkan bantuan dapat mengarah pada ekstrinsic rewards (kotak 7b), yang eksternal terhadap tugas. Extrinsic reward tidak terjamin karena tergantung pada penilaian performans pekerjaan bawahan oleh atasan dan terhadap kemauan organisasi untuk memberi imbalan pada pekerjaan itu. Selanjutnya, pekerja mempunyai persepsi sendiri (perceive equitable rewards) tentang kesamaan imbalan total yang diterima. Ukuran individual terhadap imbalan yang diterima sebenarnya (kotak 8) menghasilkan tingkat kepuasan kerja (kotak 9) yang dialami oleh pekerja.
Kerangka kerja Porter-Lawler sama dengan model sistem terbuka melalui dua saluran feedback (balikan). Saluran feedback di bagian bawah model itu bergerak dari hubungan imbalan performans (performance reward) ke hasil kerja (perceived effort)  penguatan probabilitas imbalan (rewards probability). Jalur feedback di baigan atas model ini dimulai dari pemuasan hasil kerja (satisfaction) ke nilai imbalan yang diterima (Value of the reward). Menurut Porter dan Lawler bahwa imbalan yang berhubungan dengan kebutuhan tingkat tinggi dan menjadi lebih menarik, apabila orang itu diberi imlbalan lebih besar.. Oleh karena itu, intrinsic reward untuk performans cenderung menghasilkan peningkatan nilai imbalan kepada pekerja. Ini konsisten dengan kebutuhan aktualisasi diri Maslow. Menurut Maslow setelah aktualisasi diri dipuaskan, akan meningkatkan kekuatan kebutuhan ini terhadap individu.




Selanjutnya, Porter dan Lawler mengembangkan teori ekspektansi berdasarkan teori Victor Vroom dimana Victor Vroom mengembangkan teori ekpektansi pada organisasi. Teori ini didasarkan pada empat asumsi: Pertama, orang masuk organisasi dengan harapan memenuhi kebutuhan, motivasi, dan pengalaman masa lalu. Hal ini akan mempengaruhi bagaimana seseorang bereaksi di dalam organisasi. Anggapan kedua bahwa perilaku individu adalah hasil dari plihan secara sadar, yaitu orang bebas memilih perilaku yang dianjurkan dengan memperhitungkan harapannya. Anggapan lainnya adalah orang menginginkan hal yang berbeda dari organisasi itu (yaitu gaji yang cukup, keamanan kerja, kemajuan, dan tantangan). Anggapan ke-empat adalah orang akan memilih diantara pilihan yang ditawarkan sehngga mengoptimalkan hasil kerja pada mereka secara pribadi.
Model Teori Ekspektansi Dasar Victor Vroom
Teori ekspektansi yang didasarkan pada anggapan di atas mempunyai lima elemen kunci: hasil kerja (outcomes), harapan (expectancy), instrumentality, dan valensi (valence).
1. Outcomes dibedakan pada dua jenis yakni: tingkat satu dan tingkat dua yaitu hasil akhir dari kinerja tertentu. First level-outcomes adalah aspek performans (kinerja) dan merupakan hasil langsung dari usaha yang dilakukan di dalam pekerjaan itu. Second-level outcomes adalah sebagai hasil dari akibat first level outcomes diharapkan memberikan hasil. Yaitu, hasil akhir performans (second level outcomes) merupakan sejenis reward (imbalan) atas tujuan pencapaian kerja. Misalnya kenaikan gaji, promosi jabatan, penerimaan teman kerja, pengakuan atasan, atau rasa kepuasan.
2. Expectancy adalah kekuatan keyakinan bahwa usaha melakukan pekerjaan akan menghasilkan pada tingkat performans (kinerja) tertentu. Expentancy didasarkan pada probabilitas dari 0 s/d 1. Jika seorang pekerja melihat bahwa dia yakin bahwa usahanya tidak mengarah pada tingkat performans yang diinginkan, expektansi = 0. Sebaliknya, jika seorang pekerja yakin benar bahwa tugas dapat dikerjakan, nilai expektansi = 1.
3. Instrumentality.adalah hubungan antara performans (first level outcomes) dan rewards (second-level outcomes). Seperti dalam ekspektansi, rentang instrumentality diberi dari 0 s/d 1. Jika seorang pekerja melihat penilaian performans (kinerja) yang baik akan selalu menghasilkan kenaikan gaji, nilai instrumentalitas sama dengan 1. Jika tidak ada dilihat hubungan antara first-level outcomes (good performance rating) dan kenaikan gaji (the second-level outcomes), maka nilai instrumentalitasnya = 0.
4. Valence adalah kekuatan pilihan pekerja untuk mendapatkan imbalan atau hasil kerja tertentu. Jadi, kenaikan gaji, promosi, penerimaan teman kerja, pengakuan atasan, atau hasil kerja tingkat dua lainnya mungkin akan memberikan nilai lebih atau kurang terhadap pekerja. Valensi tingkat pertama hasil kerja, adalah jumlah produk sesuai dengan hasil kerja tingkat kedua dan instrumentalitasnya. Yaitu, valensi hasil kerja tingkat satu tergantung pada besarnya hasil kerja tingkat dua yang terukur. Tidak seperti expektansi dan instrumentalitas, valensi bernilai positif dan negatif. Jika seorang pekerja tidak berbeda hasil kerjanya, valensi = 0. rentang total valensi adalah dari -1 ke +1. Secara teoritis, hasil kerja mempunyai valensi karena dihubungkan dengan kebutuhan pekerja. Jadi valensi memberikan hubungan dengan teori kebutuhan motivasi.
Umumnya, model expektansi dasar Victor Vroom, menunjukkan bahwa kekuatan motivasi yang dikeluarkan pekerja untuk kerja adalah fungsi dari: 1).expectancy atau harapan yaitu tingkat kinerja tertentu akan dihasilkan dari besarnya usaha yang dikeluarkan, 2). persepsi instrumentalitas yaitu imbalan dihasilkan dari tingkat performans tertentu, keduanya secara moderat dengan valensi yang terikat pada hasil kerja pekerja. Gabungan ketiga faktor ini akan menghasilkan motivasi yang lebih kuat terhadap valensi positif tinggi, ekspektansi tinggi, dan instrumentalitas tinggi. Jka semua elemen ini rendah akan menghasilkan motivasi yang rendah.


Kerangka Berpikir

Modifikasi Model Victor Vroom berdasarkan Model Porter-lawler
Dalam hal ini akan diteliti hubungan Usaha, performans (kinerja), imbalan, dan kepuasan kerja (job satisfaction.) yaitu model Porte-Lawler jalur dalam yang didasarkan pada teori model ekspektansi Victor Vroom.



Variable:

1. Effort (Usaha)
2. Performance (kinerja)
3. Rewadrs (imbalan atau hadiah)
4. Satisfaction (kepuasan kerja)

Indikator:
1. Usaha (Effort) berkenaan dengan besar, atau intensitas perilaku kerja karyawan: jam kerja.
2. Performance (Pelaksanaan kerja): hasil kerja, kemampuan dan sifat, dan peran.
3. Rewards (imbalan atau hadiah):kenaikan gaji, promosi, pengakuan atasan
4. Satisfaction (kepuasan kerja): Motivasi kerja yang tinggi, kualitas kerja tinggi, kealfaan rendah.
5. Expectancy = pekerja melihat bawahtugas yang dibenbannya dapat dikerjakan dengan baik maka nilai ekspektasi =1, bila pekerja melihat bawah kinerjanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan maka nilai ekspektansi = 0.
6. Instrumentality= bila pekerja melihat ada hubungan kinerja yang baik dengan kenaikan gaji instrumentalitasnya = 1, bila pekerja melihat tidak ada hubungan kinerja yang baik dengan kenaikan gaji, maka nilai instrumentalitas = 0.
7. Valency = bila hasil kerja tetap nilai valensi = 0, bila hasil kerja meningkat valency = +1 , dan bila hasi kerja bekurang maka nilai valency = -1
8. First level outcomes= hasil kerja langsung (produk yang dihasilkan)
9. Second level outcomes = hasil hari first level outcomes (kenaikan gaji, promosi jabatan, penerimaan teman kerja, pengakuan atasan, atau rasa kepuasan)